23.4.09

Gemerlap Kota Purbalingga

Alun-alun Purbalingga terlihat kusam di penghujung tahun 2000. Suasana pada malam hari pekat, karena tanpa penerangan berarti. Daerah ini bak kota mati. Apalagi jalan-jalan yang ada saat itu didominasi jalan tanah, dan kebanyakan dalam keadaan rusak. Selepas beduk magrib, penduduk lebih memilih tinggal di rumah masing-masing. Aktivitas perekonomian, yang di kota-kota besar seperti Solo dan Semarang tetap bergulir, lewat begitu saja.
Begitu UU No 22/1999 tentang Pemerintahan Daerah diberlakukan (1 Januari 20010, atau sembilan bulan setelah pelantikan Drs Triyono Budi Sasongko MSi dan Drs H Soetarto Rachmat sebagai bupati dan wakil bupati- Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Purbalingga langsung ‘’tancap gas'’.
Pembangunan infrastruktur fisik -termasuk merombak wajah kota, dengan Alun-alun sebagai sentrumnya- menjadi salah satu program prioritas. Wajah Alun-alun disulap menjadi lebih modern, kendati Pemkab harus menguras kocek daerah hingga Rp 2 miliar. Jalan-jalan protokol pun mulai ditata rapi, meski miliaran rupiah dari kas daerah juga ikut tersedot.
Gemerlap
Kini Alun-alun kelihatan gemerlap di malam hari dengan aneka lampu hias. Puluhan tenda berwarna oranye pun ikut menghangatkan suasana malam. Mereka adalah para pedagang makanan, mainan, pakaian, dan sebagainya.
‘’Meskipun hanya boleh berjualan pada malam hari, kami tetap senang dapat memiliki tempat usaha yang strategis,'’ kata Ny Nashiroh, wanita separo baya yang berjualan penganan di sana. Sore menjelang magrib, ia dibantu anak-anaknya mulai membuka tenda.
Setiap malam tempat ini memang ramai dikunjungi warga, baik yang tinggal di Kecamatan Kota Purbalingga atau 17 kecamatan lain di kabupaten ini. Apalagi ketika renovasi Masjid Agung Darussalam di depan Alun-alun selesai pertengahan 2004.
‘’Siapa pun yang melihat masjid dengan bentuk bangunan mirip Masjid Nabawi di Madinah itu pasti terpana. Sulit dipercaya jika masjid sebagus itu ada di kota kecil seperti Purbaluingga,'’ kata H Iskak (55), penduduk Kecamatan Kutareja, saat lesehan di salah satu tenda makanan di kawasan Alun-alun. Renovasi dilakukan dalam tiga tahun anggaran, dengan total dana sekitar Rp 6,1 miliar.
Bukan itu saja. Jalan-jalan di Purbalingga pun kini makin banyak yang beraspal, mulus dan terang. Hal inilah yang menyebabkan aktivitas masyarakat tetap menggeliat hingga pukul 22.00. Apalagi puluhan pabrik baru, yang merupakan buah perjuangan keras Pemkab dalam menggandeng investor asing serta nasional, tetap berproduksi di malam hari. Ya, daerah ini tidak lagi menjadi kota mati.
Sektor-sektor lain yang terkait dengan dunia usaha pun mulai dibenahi, misalnya kemudahan dalam bidang perijinan serta jaminan keamanan dan ketertiban. Bagaimana pun, infrastruktur fisik termasuk jalan memiliki multiplier effect yang amat luas terhadap sektor-sektor lain, mulai dari pendidikan, kesehatan sampai perekonomian rakyat.
‘’Infrastruktur fisik juga menjadi salah satu komponen penting untuk menarik investasi dari luar, baik berupa modal PMA/ PMDN, modal ventura, modal perbankan, maupun modal perseorangan,'’ ungkap Triyono, yang memimpin daerah ini sejak awal pelaksanaan otonomi hingga masa tugasnya berakhir beberapa bulan lalu.

2 komentar:

  1. kagen inyong karo alun alune,btw ada komunitas mahasiswa atau usaha gitu?ditunggu jawabane nang otakkonslet@gmail.com

    BalasHapus
  2. hmmm
    purbalingga terlalu sederhana jika disebut kota. tidak masalah aku tetap cinta sebab terlalu banyak kisah disana..
    aku rindu atmosfer dan organisme disana...

    BalasHapus